Koneksi antar materi - Coaching


"Anak-anak hidup dan tumbuh sesuai kodratnya sendiri. Pendidik hanya dapat merawat dan menuntun tumbuhnya kodrat itu" Ki Hajar Dewantara. Filosofi itulah yang menjadikan panduan dari pendidikan, menuntun bukan menuntut. Sama halnya dengan proses coaching. 
    Dalam coaching guru berperan sebagai coach yang dapat menuntun murid sebagai coachee dengan mengajukan pertanyaan untuk menggali segala potensi dan kemampuan yang dimiliki murid dengan tujuan menuntun dan mengarahkan untuk mencari solusi. 
    Perbedaan antara coaching, mentoring dan konseling. 
  1. Coaching = Membantu coachee untuk menemukan jalan keluar. Coachee lah yang lebih dominan berbicara dibandingkan coach. Coach lebih banyak menggali dari coachee dan memfasilitasi proses coaching yang terjadi. 
  2. Mentoring = Mentor memberi "tips and trick". Seorang mentor akan dominan berbicara kepada mentee dan akan menceritakan pengalamannya atau kisah suksesnya, dengan tujuan supaya mentee terinspirasi dan mau mengikuti langkahnya. 
  3. Konseling = Seorang konselor memberikan solusi dari suatu permasalahan. Dalam proses konseling akan berorientasi ke masa lalu. 
    Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim mengatakan, cita-cita dalam pendidikan anak sebenarnya adalah demi memerdekakan pemikiran serta membuka potensi mereka. "Cita-cita kita hanya satu, pembelajaran yang berpihak kepada murid, pembelajaran yang memerdekakan pemikiran, dan potensi murid tersebut," sebut Nadiem dalam acara Pembukaan Pendidikan Guru Penggerak oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Hal ini selaras dengan filosofi KHD dimana pembelajaran haruslah berpihak pada murid. 
    Salahsatu pembelajaran yang berpihak pada murid adalah pembelajaran berdiferensiasi, yaitu serangkaian keputusan masuk akal yang dibuat guru berorientasi kepada kebutuhan murid. Ada 3 tiga aspek kebutuhan murid diantaranya kesiapan belajar, minat belajar dan profil belajar siswa tersebut yang terfokuskan pada 3 hal utama yakni diferensiasi konten, proses dan produk. 
    Namun menerapkan pembelajaran berdiferensiasi bukanlah hal yang mudah. Guru harus dapat menyiapkan beberapa materi dan instrumen penilaian sekaligus, disinilah tantangan terbesar para guru untuk lebih kreatif lagi. Namun dibalik itu semua, pembelajaran berdiferensiasi sangat menguntungkan anak untuk memaksimalkan potensi mereka, terlebih lagi untuk anak berkebutuhan khusus yang pembelajarannya berbeda dengan siswa lain. 
    Pembelajaran diferensiasi yang digabungkan dengan pembelajaran sosial emosional ini memungkinkan anak dan orang dewasa di sekolah memperoleh dan menerapkan pengetahuan, keterampilan dan sikap positif mengenai sosial emosional. Pembelajaran sosial emosional bertujuan untuk : 
  1. Memberikan pemahaman, penghayatan dan kemampuan untuk mengelola emosi
  2. Menetapkan dan mencapai tujuan positif 
  3. Merasakan dan menunjukkan empati kepada orang lain 
  4. Membangun dan mempertahankan hubungan yang positif 
  5. Membuat keputusan yang bertanggung jawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar